Tahap-tahap dalam Percakapan Pastoral
Oleh : Pdt.Dr.Anna Pangaribuan
Pengantar
Keberhasilan
konseling pastoral ditentukan oleh berbagai hal-kepribadian konselor, sifat,
sikap, keyakinan, kedewasaan iman, pengetahuan, keterampilan serta pengalaman.
Selain itu juga, cara konselor memulai dan mengembangkan tahap-tahap dan
respons-respons dalam percakapan konselingnya juga berpengaruh. Namun, yang
terpenting ialah bagaimana adanya keterlibatan Tuhan dan kuasa Roh Kudus di
dalam hal percakapan tersebut.
Tahap Percakapan
Ada
beberapa tahap percakapan. Tahap awal, bagian ini adalah bagian yang cukup
menegangkan diantara kedua belah pihak. Ketegangan ini sering terjadi biasanya bagi konselor yang belum banyak pengalaman.
Untuk memecahkan kesulitan awal ini, perlu diciptakan suasanya nyaman, santai
dan tidak tegang. Lebih baik lagi kalau konselor mengetahui minat dan hobi
konseli.
Sesudah tercipta suasana tersebut di atas,
konselor perlu masuk secara perlahan membawa kepada ke inti masalah di dalam
percakapan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan response probing yang menyelidik, memeriksa, mencari informasi
tentang fakta atau perasaan. Berikutnya adalah tahap inti dari percakapan.
Di
sini, konselor dapat menjadi pendengar yang baik tetapi, tidak membiarkan
percakapan dikendalikan oleh konseli. Sebab kalau tidak, percakapan akan
melebar. Dalam percakapan tahap ini, konselor dapat mengembangkan model-model response understanding (U), supportive (S), interpretative (I) dan evaluative
(E).
Response U, penting untuk menyatakan
pemahaman dan pengertian, sekaligus untuk memantulkan dan menyimpulkan hal-hal
penting berdasarkan jawaban konseli. Respon S, penting untuk memberi dukungan,
peneguhan, menenangkan, menghibur dan menguatkan konseli. Respon I, penting
untuk menuntun, membimbing, mengajar dan menerangkan. Respon E, penting untuk
membawa konseli mencari dan menemukan langkah-langkah, solusi-solusi dan
perubahan-perubahan perilaku yang perlu dan harus dilakukannya.
Ada juga hal-hal penting lainnya selain
dari berbagai respos di atas tadi. Pertama, mendengarkan. Kedua, akseptasi.
Ketiga, memusatkan perhatian. Keempat, empati. Barulah bagian terakhir ialah
tahap penutup yang mana konselor dalam hal ini membantu konseli untuk membuat
satu tindakan konkret. Kalau penutup
ini tanpa satu action dari konseli, percakapan baru sampai taraf wacana saja. Sebab, percakapan konseling sebaiknya
berlangsung tidak lebih dari 60 menit saja. Di sisi lain, pertimbangan untuk mengakhiri
percakapan antara lain, konseli bersikap tidak tenang, agak gelisah, berbicara
melantur, agak emosional, konselor merasakan ada sesuatu yang menghambat
penyelesaian bahkan agak putus asa karena sukar mencari solusi. Kalau demikian maka konselor mencari jalan
untuk mengakhiri percakapan, lalu merumuskan tindakan sederhana untuk dilakukan
konseli. Namun, di dalam kondisi seperti juga tetap diperlukan doa, ataupun
ayat-ayat Alkitab yang juga dipersiapkan untuk menguatkan konseli.
Ketrampilan Mendengarkan
Keterampilan mendengarkan sangatlah
penting dikembangkan seorang setiap orang, lebih-lebih bagi seorang konselor.
Keterampilan tersebut berguna baik dalam konseling pastoral maupun juga dalam
berkomunikasi sehar-hari. Mendengarkan itu terjadi melalui proses mendengar,
menyimak, memerhatikan, memahami dan mengerti. Mendengarkan ditujukan kepada
bahasa verbal maupun nonverbal. Namun di antara keduanya, bahasa nonverbal
biasanya lebih jujur daripada bahasa verbal. Dari kedua aspek tersebut, pendengar
diharapkan memahami apa yang sesungguhnya yang mau dikatakan.
Adapun macam-macam
mendengarkan antara lain:
- Bukan
Pendengar
Bukan pendengar adalah model pendengar
yang membosankan sebab pusatnya bukan engkau, tetapi aku. Baginya berbicara
lebih utama daripada mendengarkan.
- Pendengar
Dangkal
Pendengar dangkal adalah orang yang sudah
mendengar apa yang diucapkan, tetapi belum benar apa yang dibicarakan.
Pendengar seperti ini dapat mempunyai sikap tidak sungguh-sungguh dalam
mendengar.
- Pendengar
Evaluatif
Pendengar evaluatif ini sudah jauh lebih
baik dibandingkan pendengar dangkal dan bukan pendengar. Pendengar evaluatif
sudah masuk cukup jauh dalam percakapan dimana pendengar sudah mau menangkap
ungkapan-ungkapan baik verbal maupun nonverbal.
- Pendengar
Kritis
Tipe pendengar ini adalah orang yang tidak
mau asal menerima dan asal percaya saja. Jika sudah dipertimbangkan, barulah ia
mengambil sikap percaya atau menerima. Bila tidak masuk akalnya, ia pun akan
menolak hal tersebut.
- Pendengar
Aktif
Pendengar dengan tipe seperti ini berusaha
sedapat-dapatnya menyimak, menyelami dan memahami seluruh gerak, perasaan dan
pikiran si konseli. Dalam pemahaman tersebut, pendengar menghargai dan memahami
informasi yang disampaikan oleh konseli.
Ada beberapa hambatan
dalam mendengarkan, antara lain:
- Motivasi
dan Sikap
Motivasi adalah sesuatu yang dapat
mendorong seorang untuk berbicara dan menjadi seorang pendengar yang baik.
Seorang pendengar yang baik seharusnya memiliki motivasi baik dalam berbicara
dan mendengarkan.
- Kurang
Perhatian
Dalam berbicara, orang seharusnya menaruh
dan menempatkan konsentrasinya dengan baik. Artinya, seseorang perlu memusatkan
perhatiannya terhadap masalah yang sedang dibicarakan lawan bicara.
- Salah
Pengertian
Salah pengertian sering terjadi oleh
berbagai faktor, salah satunya karena kurangnya komunikasi. Dalam hal ini,
pendengar kurang dapat menangkap inti masalah yang disampaikan oleh si konseli,
sehingga cenderung keputusan yang diambil berdasarkan pengertiannya sendiri.
- Pengalaman
dan Latar Belakang
Pengalaman adalah guru yang baik. Banyak
juga orang trauma yang disebabkan
oleh pengalaman yang buruknya. Hal traumatis ini membuatnya menjadi orang yang
introver, defensif, tidak mau bekerja sama dan memberi respon-respon yang
negatif. Tentang, latar belakang seseorang juga turut mempengaruhi seseorang
terhadap kemampuannya untuk mendengarkan.
- Berburuk
Sangka
Sikap berburuk sangka membuat pendengar
sulit untuk melihat sesuatu dengan objektif. Respon yang baik hanya
diberikannya jika sesuai dengan pola pikirnya, bila tidak, tentunya ia akan memberikan
respon yang seadanya saja.
- Melamun
Melamun adalah suatu kondisi di mana
seseorang membiarkan pikiran dan hatinya melayang. Hal ini dapat disebabkan
oleh beberapa hal seperti, masalah pribadi si pendengar dan kondisi kesehatan
pendengar yang kurang baik.
- Keasyikan
Keasyikan adalah keadaan seseorang yang
sibuk dengan diri sendiri. Dalam hal ini, pendengar lupa dengan hal-hal lain
yang sangat perlu ia berikan perhatikan.
- Pura-pura
Mendengar
Ketika motivasi percakapan dirasakan tidak
membawa manfaat bagi pendengar, cenderung pendengar mengambil sikap pura-pura
mendengar. Dalam hal ini, kepura-puraan telah menutup pintu bagi proses
mendengarkan.
- Terlalu
Banyak Bicara
Terlalu banyak bicara membuat kita tidak
memberikan kesempatan bagi orang lain untuk mencurahkan isi hatinya. Tentunya,
hal ini sangat mengganggu bagi proses komunikasi.
- Ucapan
yang Samar-samar
Volume suara sangat mempengaruhi suatu
proses percakapan. Samar-samar
yang terjadi bisa berarti dua hal, yakni samar-samar volumenya dan samar-samar
pemahaman pendengarannya. Kedua hal ini menghambat proses mendengarkan.
- Terburu-buru
Terburu-buru adalah suatu sikap ingin
melakukan sesuatu dengan cepat. Adanya keterbatasan waktu terkadang membuat
seseorang melakukan banyak hal secara terburu-buru.
- Banyak
Nasihat
Dalam konseling, seseorang seharusnya
lebih diajak untuk berpikir, bukanlah si konselor yang cepat memberikan
nasihat-nasihat yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan si konseli.
- Kurang
Cakap Mendengarkan
Ketidakcakapan dalam mendengarkan dapat
terjadi karena kuranya pengalaman dan latihan dalam mendengarkan.Olehkarena itu
banyak latihan dan pengalaman dapat membuat sesorang menjadi cakap
mendengarkan. Artinya, cakap mendengarkan dilalui dengan proses pembelajaran,
yaitu belajar dari teori lalu banyak berlatih dengan cara mempraktikkannya.
Ada beberapa hal
yang berkaitan dengan Pendengar Efektif, di antaranya sebagi berikut:
- Tatap
Wajahnya
Sikap tubuh yang
terbaik ketika berbicara dengan orang lain adalah dengan menatap wajah lawan
bicara. Upaya yang dilakukan bertujuan ialah supaya mata dapat saling
bertatapan. Karena, di dalam tatapan mata dan bahasa tubuh konseli tersebut
tersimpan suatu pesannya tersendiri.
2. Tunjukkan Minat
Minat memberikan
respon antuasias kepada lawan bicara karena ia merasakan bahwa pendengar sangat
berminat terhadap apa yang mereka berdua sedang mereka bicarakan.
3. Perhatian
Pendengar efektif
tentunya menaruh perhatian terhadap lawan bicara. Artinya, seluruh keberadaan
si pendengar sedapat mungkin tertuju kepada lawan bicara.
4. Memahami
Pendengar efektif
selalu berusaha untuk memahami dan menyelami gejolak-gejolak lawan bicaranya.
Sikap memahami ini, memungkinkan terjadinya percakapan timbal balik yang sangat
konstruktif.
5. Menerima
Menerima adalah
mengakui dan menghargai lawan bicara sebagaimana adanya. Pendengar seharusnya
mendengarkan lawan bicara mereka dan berupaya untuk mencari solusi bagi mereka.
6. Empati
Empati adalah
keinginan dan kemauan pendengar untuk masuk ke dalam situasi dan kondisi yang
dialami lawan bicaranya. Pendengar tidak perlu sampai larut dan hanyut dalam
masalah-masalah yang dihadapi oleh lawan bicaranya. Pemahaman yang baik akan
memungkinkan pendengar dapat mendengarkan dengan lebih baik lagi.
7. Melihat Bahasa Tubuh
Selain bahasa verbal
yang diucapkan oleh lawan bicara, kita juga perlu memberikan perhatian kepada
bahasa nonverbal. Bahasa nonverbal atau bahasa tubuh adalah seperti, nada
suara, mimik suara atau perubahan gerak tubuh. Perhatian kepada bahasa tubuh
membuat pendengar lebih mudah memahami lawan bicaranya.
8. Reaksi antusias
Antuasian adalah
sikap yang penuh semangat. Reaksi antusian akan membuat lawan bicara merasa
nyaman.
9. Menggunakan Umpan Balik
Tujuan umpan balik
antara lain adalah agar lawan bicara mengerti bahwa kita memahami dan mengerti
sikapnya. Sebab, umpan balik membawanya lawan bicara untuk lebih dewasa dalam
berpikir.
10. Mengajukan Pertanyaan
Mengajukan pertanyaan
membantu pendengar untuk dapat mencari penyebab masalah, dampak-dampak dan
jalan keluar yang dapat diambil.
11. Mempengaruhi Sikap
Sebuah percakapan haruslah
membawa kepada suatu perubahan sikap dan pandangan lawan bicara. Sikap dari
pendengar yang positif dan konstruktif dapat memberikan teladan dan pengaruh
besar bagi lawan bicara sehingga ia termotivasi untuk berubah.
12. Pendengar yang Baik
Ø Berhenti bicara pada waktu orang lain
bicara.
Ø Mengusahakan agar orang yang berbicara
dapat bersikap tenang.
Ø Menunjukkan keinginan untuk mendengarkan.
Ø Menyingkirkan gangguan.
Ø Menyelami dan mengerti keadaan lawan
bicara.
Ø Sabar, tenang dan ramah.
Ø Mampu mengendalikan temperamen.
Ø Bersikap tenang sewaktu mendengar
kritik-kritik.
Ø Mengajukan pertanyaan-pertanyaan jika
kurang mengerti inti permasalahan.
Penutup :
Dari paparan di atas maka kita tertolong untuk
bagaimana mempraktekkan konseling pastoral ini dengan baik dan benar. Semoga
tulisan ini bisa bermanfaat bagi pembaca.